Minggu, 27 November 2011

Sosok Ibu yang tak Pernah Kusadari

Mumpung paket internet bulanan gue masih ada, saatnya ngisi blog gue dengan tulisan bagus dan berguna. Tapi map bin sorry ya, mungkin di tulisan ini gue gak pake kata-kata gue dan gue ganti pake saya karena tulisan kali ini akan sangat mengena perasaan jadi intronya aja pake gue
Saatnya kita mulai, 5.. 4.. 3.. 2.. 1.. 2.. 3.. (lho?), langsung aja dah, bikin ribet
Dari kecil saya selalu beranggapan yang sayang dan perhatian pada saya adalah ayah saya. Anggapan itu terus berlanjut sampai saya berusia 18 tahun. Dari kecil yang selalu memperhatikan saya adalah ayah saya, dan ibu saya sering cuma memarahi saya.
Dari kecil saya memang nakal, ayah saya selalu memarahi saya dengan cara yang mendidik sedangkan ibu saya sering memarahi saya, terkadang saya menerima pukulan dan pernah sewaktu saya masih SD, saya pernah ditelanjangi dan disuruh keluar dari rumah. Semua itu membuat saya makin jengkel. Tapi, ayah saya juga pernah memarahi saya dengan cara merendam saya di dalam drum berisi air, tapi airnya tidak lebih tinggi dari pinggang saya. Ayah saya heran karena saya tidak teriak atau gelisah di dalam drum. Akhirnya ayah saya melihat keadaan saya dan ternyata saya cuma berdiam diri sambil memandangi bagian atas drum, berharap ada yang datang menolong.
Kembali soal ibu saya tadi, yang masih saya ingat ibu saya memang pernah baik dan perhatian kepada saya, waktu itu saya masih kecil. Saya merasa perut saya sangat sakit, biasanya saya bisa menahan segala macam sakit tapi kali ini tidak. Saya sangat gelisah, saat itu ibu saya menggendong saya dan memberi saya kue yang lembut, saya memakannya dan kemudian ibu saya bilang, tunggu kentut dulu, nanti pasti sehat, dan terbukti perkataan ibu saya benar, ternyata saya masuk angin.
Hari-hari berlalu, saya masih tetap beranggapan ayah saya adalah yang terbaik dan perhatian kepada saya, sedangkan ibu saya cuma acuh tak acuh. Setiap apa yang saya lakukan, ayah saya selalu memberi dukungan. Contohnya, saya ikut band saat menginjak bangku sekolah menengah. Sebelumnya sewaktu saya SD saya juga banyak ikut kontes nyanyi, MTQ, modeling, dll. Sedangkan tanggapan dari ibu saya selalu menjatuhkan saya, mengatakan saya tidak akan bisa ataupun bisa tapi tidak juara. Saya membuktikannya bahwa saya bisa dan menunjukkan pada semua orang saya adalah yang terbaik dan semuanya terbukti, saya berharap ibu saya terkejut mendengar kabar itu tapi toh beliau cuma cuek dan seperti tidak mau tahu.
Pernah satu waktu saya bertengkar hebat dengan ibu saya, dan waktu itu saya akan menghadapi UN SMA beberapa hari lagi. Kejadian ini terjadi sebelum maghrib. Saat itu saya berkata saya ingin beliau tidak repot-repot lagi dengan urusan saya karena saya ingin berusaha hidup dengan cara saya sendiri, modal saya sendiri. Tapi ibu saya marah besar dan mengusir saya dari rumah, saya menanggapi nya serius dan saya pergi dari rumah. Saya pergi kerumah teman, disana saya menginap seminggu dan saya meminjam baju dan beberapa atribut untuk UN. Ayah saya ternyata tahu saya pergi kemana. Beliau kesana tiga hari setelah saya pergi dari rumah tapi kebetulan saya juga pergi keluar. Ayah saya akhirnya menelepon dan menyuruh saya pulang, saya tidak mau dan berkata ibu yang mengusir saya tapi kenapa ayah saya yang menyuruh saya pulang. Ayah saya terus membujuk dan akhirnya saya berjanji untuk kembali setelah UN berakhir.
Saya pulang sehabis UN dengan perasaan masih kesal, sesampainya dirumah saya langsung disambut ibu saya dengan pelukan, saat itu perasaan kesal dan jengkel saya hilang entah kenapa. Saya merasa inilah kali pertama saya dipeluk ibu saya sejak saya berusia 7 tahun.
Tetapi, sosok ibu yang saya ceritakan kali ini, belum cukup sampai disini. Semua tentang ibu yang saya ceritakan tadi mungkin baru mengena dihati sekitar 30%. Selebihnya ada di bagian terakhir ini.
Saya sekarang berkuliah di Padang, setiap weekend ayah saya selalu menelepon tapi sayup-sayup terdengar suara ibu saya dari belakang walau tak begitu jelas dan saya tidak tahu apakah ibu saya bicara pada ayah saya ataukah ada tamu datang kerumah. Minggu depan, saya pulang, tetapi adik saya masih berkutat dengan studinya dan tidak pulang pada saat itu. Apa yang terjadi? Ibu saya menyuruh ayah saya menelepon adik saya untuk menanyakan kabarnya. Saat itu, saya teramat sangat terkejut karena dalam pikiran saya seperti itu juga lah yang terjadi pada saya. Ternyata perhatian dari ibu saya luput dari pandangan saya selama ini, saya merasa sangat bodoh karena sudah tertipu selama lebih kurang 13 tahun semenjak saya berusia lima tahun dan sudah bisa berpikir jernih.
Saya merasa kagum pada ibu saya tetapi tetap saja yang tetap tidak berubah dari ibu saya adalah cara ibu saya memotivasi saya adalah dengan cara mematahkan semangat saya terlebih dahulu, mungkin itu memang tipe beliau dan ayah saya pun membenarkan hal itu. Ayah saya berkata ibu saya punya cara yang berbeda, lain dari pada yang lain.
Terima kasih Ibu. Terima kasih Ayah.
Dibawah ini saya juga masukkan foto Ibu dan Ayah saya dan sampai jumpa di postingan selanjutnya.

Pernikahan Ibu dan Ayah saya


Ibu saya menggendong saya waktu saya masih bayi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar