Senin, 30 November 2015

Street Photography Festival 2015 "Jendela Dunia Untuk Mentawai"

Mentawai dikenal sebagai negeri tato, surga wisata, surga flora dan fauna dan surganya surfer.

www.seabournsurf.com
Tato Mentawai atau Titi adalah jenis tato yang dilukis di atas tubuh orang di suku Mentawai di kepulauan Mentawai. Bagi orang Mentawai, tato merupakan busana abadi yang dapat dibawa mati. Hal ini menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke Mentawai. Mentawai pun memiliki alam yang sangat indah, flora dan fauna langka banyak ditemukan disini. Apalagi terjangan ombaknya yang sangat tinggi, menjadikan Mentawai sebagai penyelenggara World Champions Surfing Series atau Seri Kejuaraan Dunia Selancar Air yang dijadwalkan tiap bulan Agustus. Dengan adanya kejuaraan ini, Mentawai bisa menjaring 3000 wisatawan asing pada 2007. Sebanyak 60% dari wisatawan yang datang berasal dari Australia, 39% dari Amerika Serikat, dan sisanya dari Eropa, dan Asia. Wisatawan rata-rata menghabiskan US$ 2.500 selama berselancar di Mentawai.

Mentawai adalah negeri yang indah, bagaikan seorang putri yang sangat cantik. Namun kondisi rakyat disana sangat jauh dari kata mewah, apalagi dari segi pendidikan.

SD di Tinambu, Siberut, Mentawai © Zulfikar (Sawokuini Production)
Kondisi ini bagaikan luka di tubuh seorang putri nan cantik dan elok. Itik berenang dalam air mati kehausan, ayam bertelur di padi mati kelaparan. Tentu kita pernah mendengar peribahasa tadi di bangku sekolah. Keterbatasan sarana prasarana di segi pendidikan adalah salah satu hal yang menjadikan peribahasa tadi sangat cocok digunakan. Di daerah Tinambu, Siberut, satu sekolah dasar terdiri dari empat kelas. Mereka dididik oleh dua orang guru dalam satu ruangan tanpa sekat antar kelas.

Kondisi tersebut membawa Komunitas Street Photo Hunter untuk ikut andil membantu pendidikan dasar di Tinambu, Mentawai melalui media street photography. Komunitas Street Photo Hunter membentuk sebuah event bernama Street Photography Festival, Sumatera Barat dengan tema Jendela Dunia untuk Mentawai. Kegiatan ini terdiri dari empat kegiatan utama dan dua kegiatan pendukung. Kegiatan utama terdiri dari Pameran Foto, Workshop Street Photography, Photowalk dan Lelang Foto. Sedangkan untuk kegiatan pendukung ada panggung hiburan akustik dan street food. Untuk persiapan dan pelaksanaan, Street Photo Hunters menggalang dana dengan cara crowdfunding.


Street Photography Festival 2015 © Oscar Perdana (Zimper Grafika)
Ketua Pelaksana Street Photography Festival, Muhammad Ikhwan menerangkan, “Street Photography Festival, Jendela Dunia untuk Mentawai adalah sebuah kegiatan, simbol dan kunci agar bisa menyentuh banyak pihak. Kami ingin kegiatan ini menghasilkan dampak positif bagi semua orang. Pameran Foto di ruang publik bertujuan untuk menampilkan karya fotografi kepada publik. Workshop Street Photography dan Photowalk adalah sarana edukasi street photography di Sumatera Barat. Di kegiatan lelang foto, kami mengundang banyak pihak, pelaku usaha, seniman, penikmat foto, stakeholder di Sumatera Barat. Hasil lelang foto akan kita salurkan untuk sarana prasarana pendidikan dasar di Tinambu. Kami ingin membukakan jendela dunia untuk anak-anak ini, membuka jendela hati kita semua agar lebih peduli terhadap sesama. Saya yakin jika tujuan ini sampai kepada banyak orang, akan ada jendela-jendela dunia lain yang akan muncul. Seperti efek I like Monday yang menyebar seperti virus.”

Street Photography Festival 2015 akan dilaksanakan mulai tanggal 11-12 Desember 2015 di Badan Perpustakaan Daerah dan Kearsipan, Sumatera Barat. Untuk info lebih lengkap silahkan kunjungi streetphotohunters.blogspot.co.id atau hubungi 08982698071.

original post by streetphotohunters

Jumat, 06 November 2015

Jendela Dunia untuk Mentawai

Assalamualaikum

Hari ini saya sedang berada di Bank Indonesia, Padang dalam kegiatan Pesta Wirausaha Tangan di Atas. Saya ikut memeriahkan ini di booth komunitas nomor 22, Street Photo Hunters.

Di kegiatan ini saya meng-kampanye-kan Jendela Dunia untuk Mentawai. 

Copyright Zulfikar

Jendela dunia untuk Mentawai adalah sebuah program amal untuk pendidikan anak-anak di Bumi Sikerei melalui fotografi. Mentawai adalah salah satu kabupaten di Sumatera Barat yang terpisah dengan pulau Sumatera. 
Wilayah yang jauh dari pusat kota membuat daerah ini lambat berkembang, termasuk dari segi pendidikan. Pendidikan di Mentawai sangat terbatas, baik dari segi perlengkapan maupun peralatan, khususnya di Bumi Sikerei. Mereka sekolah di Balai-Balai Desa tanpa adanya sekat antar kelas, empat kelas dengan dua orang guru. 
Lemari buku juga belum ada, oleh sebab itu semua buku di bawa pulang oleh guru setelah proses belajar mengajar selesai. Di sisi lain, anak-anak ini memiliki semangat yang tinggi untuk sekolah. Orang tua mereka pun sangat ingin anak-anaknya untuk bisa sekolah. 
Ironi, anak-anak ini memiliki keinginan yang kuat namun tidak memiliki prasarana yang memadai.

Demikian narasi yang disampaikan Muhammad Ikhwan, Ketua Street Photography Festival 2015 Sumatera Barat. Street Photo Hunters ingin agar hasil karya ini tidak hanya bernilai dari sisi seni, namun juga berdampak secara langsung maupun tidak langsung kepada kehidupan sosial, ekonomi, masyarakat, dll.

Dari sisi seni tentunya kegiatan SPH sampai saat ini sudah memberikan dampak yang besar, tidak hanya di Sumatera Barat, bahkan sudah sampai ke level internasional. Contohnya, SPH pernah ikut andil dalam kegiatan One Minute On Earth, sebuah kegiatan amal untuk anak-anak Jalanan di Afrika yang di manage oleh Kujaja di Jerman.
Dari sisi sosial dan charity SPH tidak ingin hanya sekedar memberikan begitu saja. SPH ingin pesan dan keinginan mereka untuk membantu anak-anak di Bumi Sikerei juga dirasakan oleh banyak orang. Oleh karena itu kegiatan dimulai dari Pameran Foto (Mengenalkan Street Photography) > Workshop Street Photography (Edukasi) > Street Hunting (Mengaplikasikan ilmu yang didapat dari Workshop) > Lelang Foto (Penjualan hak pakai foto) > Jendela Dunia untuk Mentawai (Kegiatan amal). Jadi kegiatan ini bisa menjangkau banyak pihak, tidak hanya Penyelenggara, Donatur dan Anak-Anak di Bumi Sikerei, tapi juga bisa menyentuh hati orang banyak.

Kamu bisa ikut membantu secara aktif dengan cara donasi ke kitabisa.com/jendeladuniamentawai/  (reviewing). Video campaign Jendela Dunia untuk Mentawai bisa dilihat di https://www.youtube.com/JendelaDuniaUtkMentawai 

Secara individual, saya sempat berpikir kenapa pendidikan di Bumi Sikerei sangat jauh dari kata memadai. Bisa teman-teman bayangkan satu ruangan dibagi 4 kelas, tidak ada sekat, duduk saling membelakangi dengan kelas lain, yang ini belajarnya berhitung yang dibelakang belajarnya membaca, suara bercampur dalam satu ruangan, dua guru berganti-gantian mengajar di empat kelas. Ketika saya bertemu aktivis dari Yayasan Citra Mandiri Mentawai. Mereka mengutarakan bahwa anak-anak di Bumi Sikerei sangat membutuhkan perlengkapan sekolah seperti buku tulis, alat tulis, buku pelajaran, seragam sekolah, tas sekolah, sepatu, buku pelajaran, lemari buku, dll. Namun yang menjadi prioritas mendasar adalah guru dan trainer untuk para guru. Guru disana rata-rata merupakan penduduk asli tamatan SMA. 

Saya sendiri pernah menjadi guru SMK selama satu semester. Melihat keadaan di Bumi Sikerei ini saya merasa sangat tersentuh. Kondisinya sangat berbeda dengan sekolah yang saya kunjungi. Dari video dokumentasi yang direkam oleh Zulfikar, saya mendapatkan gambaran jelas kondisi disana. Ternyata jauh lebih menyedihkan dibandingkan dengan yang saya bayangkan. Saya pun menitikkan air mata ketika melihat video dokumentasi tersebut. Untuk orang yang jarang mengeluarkan air mata, ini merupakan sebuah keadaan yang luar biasa bagi saya. 

Saya bertanya kembali, apakah program SM3T dari Universitas Negeri Padang, Perguruan Tinggi tempat saya bernaung tidak menyentuh daerah ini. Padahal saya pernah mendapatkan informasi bahwa SM3T juga ada untuk daerah Mentawai. Ternyata program yang menyediakan calon guru ini diperuntukkan untuk daerah Papua, Nusa Tenggara dan Aceh. Mungkin ada beberapa alasan oleh para pengambil kebijakan kenapa Mentawai tidak termasuk dalam SM3T, saya tidak tahu. Tapi keadaan ini seperti pribahasa yang pernah saya dengar sewaktu masih berseragam SD, "Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, Semut di seberang lautan tampak". Ini adalah realita pribahasa yang saya pelajari saat SD, teman-teman semua apakah merasakan hal yang sama dengan saya?