Senin, 09 Februari 2015

Badut Jam Gadang Bukittinggi

Selamat malam


Malam ini saya ingin mengangkat sebuah judul yang lagi hot di berbagai media, online maupun cetak, yaitunya Badut di Jam Gadang Bukittinggi. Sebelumnya saya pernah membuat sebuah tulisan mengenai Street Photography di Bukittinggi, baca disini, Jam Gadang Bukittinggi, Surga bagi Streettogs Minang. Beberapa foto yang saya masukkan disana diambil di area Jam Gadang.


Badut di area Jam Gadang Bukittinggi saat ini semakin meresahkan pengunjung, khususnya bagi pengunjung yang ingin berfoto. Ada yang bilang Bandit Jam Gadang, ada yang bilang badut bandit, dll. Berikut berita yang saya kutip dari Haluan.


"... Rombongan Pemkab Te­manggung, Jateng melakukan serangkaian press tour di Bu­kittinggi melibatkan 16 war­tawan dan 14 jajaran Pem­kab dipimpin Sekda setempat. Mereka mengunjungi sentra pemasaran bordir dan ke­rajinan di Pasar Atas di samping dengar ekspos tentang UKM kotawisata. Mereka sa­ngat terkesan bordir kerancang hasil kerajinan Bukittinggi, namun kecewa dengan ulah badut. Karena itulah para wartawan tersebut juga ber­harap Pemko Bukittinggi segera menertibkan, sehingga tidak menimbulkan pandangan negatif tentang Bukittinggi yang indah. Kakan Satpol-PP, Syafnir membenarkan pihaknya dapat perintah langsung walikota  untuk melarang segala aktivitas badut di Taman Jam Gadang...." selengkapnya bisa dibaca disini.


Mereka mengungkapkan kekecewaannya dalam sebuah berita online. Sebagai seorang street photographer yang pernah melakukan street hunting disana, saya memang memperhatikan ulah badut-badut ini. Jika dilihat dari sudut pandang pengunjung, memang ulah badut ini makin lama makin menyebalkan. Ketika kita ingin berfoto bersama teman, keluarga, komunitas dll, mereka datang nyelonong, ikut berfoto, lha ini siapa nyelonong-nyelonong gak pake permisi? Kemudian setelah berfoto mereka meminta bayaran, biasanya yang saya dengar satu kali foto 5000 rupiah. Tapi sekarang saya dapat kabar ada yang meminta 20 ribu rupiah sampai 50 ribu rupiah, edan. Malah ada yang tidak mau dibayar, malah dipaksa.


Sekarang mari kita lihat dari sisi si badut. Saya memperhatikan mereka karena saya melakukan street hunting dari pagi sampai sore disana, jadi saya bisa mengamati semuanya. Mereka adalah sekelompok anak kecil, ada yang sudah remaja juga. Mereka melakukannya untuk mendapatkan uang, tapi kemudian uang tersebut tak selalu jadi milik mereka. Mereka harus melaporkan pada bos nya terlebih dahulu, saya lihat bos mereka ini berpakaian seperti seorang preman, saya tidak tahu dia preman apa dan area nya dimana saja.


Saya juga dapat informasi dari teman saya yang berasal dari Bukittinggi, katanya kebanyakan badut-badut ini adalah anak-anak jalanan yang hobi nya nge-lem. Namun jika dilihat mereka mengumpulkan uang, dari pagi hingga sore, bahkan sampai malam, tentu sangat menguras tenaga, oksigen (karena ditutupi kostum), dll. Belum lagi setoran buat bos mereka, mungkin bos nya juga ya yang menyediakan kostum. Di sela-sela street hunting, saya mendapatkan foto dua badut sedang istirahat karena letih dan kepanasan.





Bagi saya yang senang dengan fotografi jalanan, saya tidak menemukan kendala sama sekali. Tidak ada yang meminta bayaran kepada saya, tidak ada badut yang datang. Dari kedua sisi, saya tidak setuju badut-badut ini mengganggu pengunjung, kalau memang pengunjungnya tidak mau, ya sudah, namanya juga usaha. Namun saya tetap setuju badut-badut ini ada di area Jam Gadang, memberi nilai tambah sebuah tempat wisata. 


Yang perlu diperbaiki adalah bagaimana cara mereka bekerja, jangan kayak malakin orang. Ada penawaran, ada permintaan, ada harga yang disetujui, nah itu baru namanya bisnis. Bagi saya pribadi, yang terpenting adalah, pelanggan senang, yang punya usaha juga dapat untung. Saya tidak setuju dengan tindakan yang dilakukan pemerintah untuk mengusir dan melarang mereka pergi dari sana. Sediakan mereka fasilitas, buat aturan, berikan mereka edukasi, awasi mereka, suruh mereka membuat sebuah ijin usaha jika memang diperlukan (saya baca di haluan, aktifitas mereka ilegal), dan sebagainya, maka masalah ini bisa teratasi dengan baik. Bagaimana jika mereka nanti muncul di kawasan lain, tidak pakai kostum badut lagi, benar-benar pakai pakaian preman malakin orang. Masalah akan tetap berlanjut kalau itu yang dilakukan Pemerintah Daerah Bukittinggi.


Ini adalah sepenuhnya pemikiran saya tanpa ada tekanan apapun dari pihak lain. Jika anda setuju atau tidak, itu tergantung anda masing-masing. Kalau saya sendiri memiliki prinsip, berikan solusi untuk sebuah masalah yang akan menguntungkan semua pihak. Sebuah masalah yang tidak menghasilkan solusi yang menguntungkan semua pihak maka akan menghasilkan masalah baru lainnya.

Sekian terima kasih dan sampai jumpa di tulisan saya berikutnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar